Karena Buta, Bu Legimah Sering Masak
Gosong
Dua lumpuh, satunya buta. Tiga orang
inilah yang menghuni Rumah Nelongso di Dusun Ampel Krajan, Desa Ampel,
Kecamatan Wuluhan. Hampir setiap hari, secara bergantian, warga sekitar
menyisakan makanan untuk penghuni itu.
KHAWAS AUSKARNI, Wuluhan
NAMANYA Rumah Nelongso. Lokasinya di
Dusun Ampel Krajan, Desa Ampel, Kecamatan Wuluhan. Rumah Nelongso adalah
sebutan dari warga sekitar, karena penghuni rumah tersebut benar-benar nelongso
(merana, Red).
Betapa
tidak. Rumah kumuh mirip gubuk itu juga berfungsi sebagai panti jompo. Selain
semua penghuninya sudah berusia di atas 60 tahun, mereka nyaris tidak bisa
hidup tanpa bantuan tetangga.
Semula,
salah satu rumah yang ada di Dusun Ampel Krajan, Desa Ampel, Kecamatan Wuluhan
itu hanya di huni oleh pasangan suami istri bernama Mujito, 65, dan Legimah,
61.
Sudah
20 tahun Mujito mengalami lumpuh. Hari-harinya, hanya di habiskan dengan
terbaring di sudut depan ruang tamunya yang pengap.
Rumah
itu juga hanya berdinding anyaman bambu yang sudah banyak berlubang, serta
hanya berlantai tanah.
Tidak
jelas, mana tempat penyimpanan pakaian, mana tempat piring kotor, dan mana
tempat tidur orang. Semuanya jadi satu.
Sebelum
lumpuh, Mujito sendiri menafkahi keluarganya dari hasil kerja sebagai kuli
serabutan di ladang orang. Namun begitu lumpuh, penghidupan keluarganya
tertumpu pada istrinya, Legimah. Keduanya tidak di karuniai seorang anak pun
hingga usia senja.
Dalam
perjalanannya, Legimah tidak terlalu lama mampu memanggul beban ekonomi
keluarga. Perjuangannya di kalahkan oleh penyakit katarak. Penyakit yang di
alami Legimah ini pelan-pelan menggerogoti kornea matanya, hingga membuatnya
nyaris tidak bisa melihat. Lantas, hanya pada tetangga sekitar mereka menaruh
iba.
Tuminah,
tetangga yang beradu tempok dengan rumah keluarga malang itu mengaku, kerap
membantu memasak makanan untuk pasangan itu. “Jika Bu Legimah masak sendiri,
masakannya sering gosong. Karena nyaris buta. Bahan makanan itu mereka terima
dari tetangga-tetangga lainnya,” ujarnya.
Penghuni
rumah itu bertambah sejak seminggu terakhir, ketika Samin, 80, kakek tua yang
lumpuh kakinya ikut ‘mbambung’ di rumah itu. “Samin juga warga Dusun Ampel
Krajan, Desa Ampel. Dia menjadi nomaden setelah kisaran dua tahun silam rumah
reotnya ambruk,” jelas Tuminah.
Peristiwa
ambruknya rumah Samin tidak berselang lama setelah dia mulai mengidap lumpuh
kaki. Namun, pada waktu itu istrinya, Jeminem, masih hidup.
“Istri
saya meninggal hampir dua tahun lalu. Saat menikah dulu, saya duda dan istri
saya janda. Masing-masing kami punya anak,” kata Samin.
Lantas
keduanya hidup berpisah. Jeminem tinggal di rumah Sugimah, anaknya dari suami
pertama, di dusun yang sama. Pun sebaliknya, Samin juga tinggal di rumah
anaknya dari istri pertama, di Dusun Kepel, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan.
Sementara
dari hasil pernikahan dengan Juminem, tidak menghasilkan keturunan. “Saya hanya
kuli tani, jadi tidak bisa kalau menampung keduanya,” terang Sugiham, anak
Juminem.
Sugimah
menceritakan, Samin mulai benar-benar kebingungan tempat tinggal setelah
kisaran lima bulan silam, anak kandung yang dia tumpangi meninggal. Samin jadi
kerap berpindah-pindah di rumah orang. Padahal kakinya sudah lumpuh total, dan
hanya bisa ngesot. Sampai kemudian
Sugimah di kabari seseorang jika ayah tirinya hidup terlantar di rumah orang.
“Setelah itu ada yang mau ngantar ke rumah saya, dan akhirnya saya asuh,” ucap
Sugimah.
Namun,
tinggal dengan Sugimah tidak membuat Samin nyaman. Sugimah kerap menasehati
ayah tirinya itu agar tidak keluyuran. “Kalau saya biarkan keluyuran, takutnya
tetangga akan menganggap saja tidak becus ngurus orang tua yang sakit,”
tuturnya.
Tampaknya
Samin tersinggung dengan nasehat-nasehat Sugimah. Hingga kemudian dia
memutuskan membawa sandangannya, lantas ngesot sampai ke rumah keluarga Sujito
yang juga lumpuh.
Sementara
itu, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Wuluhan, Muhammad Zaenul
Ghofur menuturkan, ketiga orang jompo yang lumpuh dan buta itu sebenarnya sudah
termonitor oleh (TKSK) Wuluhan. Mereka pun sudah mengantongi Kartu Indonesia
Sehat (KIS).
“Setiap
kali hendak di rujuk, mereka keberatan karena tidak ada yang mendampingi di
selama di ruang perawatan. Tapi bagaimana mau mendampingi, wong sama-sama
sakit,” terang Ghofur.
Pihaknya
berencana membawa Samin ke panti jompo. Hanya saja, ha itu baru bisa di lakukan
setelah pihak keluarga memberi izin.
“Kami masih akan mengumpulkan pihak keluarga terkait hal ini,” pungkasnya. (was/hdi)
SUMBER : JP-RJ Minggu 31 Desember 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar