Sabtu, 03 Februari 2018

Kampoeng Recycle, Ajak Warga Manfaatkan Sampah Sendiri



Sosialisasi Prinsip Reuse, Reduce, Recycle Ke Warga

                Jika Malang punya kampung warna-warni, maka Jember punya kampoeng Recycle. Sebuah wilayah di mana warga yang tinggal di sekitarnya memanfaatkan sampah mereka sendiri untuk di daur ulang dan di manfaatkan sebagai peralatan rumah tangga. Bahkan ada juga yang tak terlihat seperti barang daur ulang, namun seperti baru.


LINTANG ANIS BENA K-Kaliwates


                BERANGKAT dari inisiasi bank sampah, kelompok ibu-ibu PKK RW 40, Perumahan Taman Gading bersama sekelompok anak muda yang tergabung di Komunitas GenBI meresmikan hadirnya Kampoeng Recycle. Sebuah area di mana masyarakat sekitar memanfaatkan sampah mereka untuk di daur ulang dan kembali di gunakan untuk sehari-hari.

                Ya, warga memanfaatkan sampah rumah tangga yang bisa di gunakan kembali, untuk mengurangi dampak globalisasi. Bukan membuang sampah pada tempatnya, namun menyimpan sampah.

                Penyimpanan ini bukan berarti di masukkan ke dalam saku baju atau celana, tetapi di tabung di bank. Lho, bank seperti apa?

                Ide utamanya adalah mengajak warga, terutama ibu-ibu rumah tangga, untuk menyimpan sampah di rumah mereka. Sampah yang di maksud hanyalah sampah kering seperti kertas bekas, bungkus minyak goreng, botol sirup, botol dan gelas air mineral, sampai kardus. “Semua sampah kering itu sebenarnya bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis,” ujar Novita Armi Pertiwi, ibu ketua PKK RW 40.

                Harganya pun beragam. Biasanya, kata Novi, pengepul sudah memberikan patokan. “Misalnya per kilogram bungkus plastik di hargai Rp 500, kertas HVS Rp 1.500, kertas koran Rp 2.000, kardus Rp 1.500, wadah plastik Rp 2.500, hingga besi tua mulai dari Rp 4.000. Tidak hanya itu, sepatu yang rusak pun masih laku di jual ke pengepul, terutama yang bahannya kulit,” terangnya.

                Nantinya, dalam satu periode tertentu, sampah yang telah di kumpulkan akan di serahkan kepada pengurus Bank Sampah, untuk kemudian di jual ke pengepul. Hasil yang di peroleh dari penjualan tersebut di simpan dalam berbagai bentuk, dan dapat di ambil jika ibu-ibu membutuhkannya.

                Istimewanya, hasil ini tak melulu berupa uang, tetapi bisa berupa produk seperti sembako. “Kita setornya ke pengepul kan di hitung dalam kiloan. Kemudian setelah di hitung, di distribusikan berdasarkan berapa kilo ibu-ibu menyetornya. Nanti kita bagi lagi ke masyarakat jika mereka ingin mengambilnya,” kata wanita berhijab tersebut.

                Namun, perjuangannya mengajak warga menabung sampah ternyata tidak mudah. Ketika awal mula dia memaparkan program tersebut bersama dengan program koperasi sembako ke jajaran pengurus PKK RW, justru ide tersebut tidak di minati sama sekali. “Alasannya yang pertama wegah, kenapa harus ngumpulin sampah banyak-banyak. Mau di apakan sampah itu?” Kata dia.

                Dirinya tidak heran dengan berbagai sikap kontra yang muncul, sebab konsep bank sampah memang terbilang masih baru khususnya pada ibu-ibu rumah tangga. Karena itu, bersama tujuh pengurus bank sampah yang lain, dirinya terus menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat khususnya di RW 40.

                “Kami ingin memberikan sosialisasi  mengenai kesadaran reuse, reduce, recycle kepada masyarakat.Reuse adalah bagaimana kita melakukan penggunaan ulang atas sebuah barang, reduce adalah mengurangi penggunaan barang-barang yang tidak bisa di daur ulang, sedangkan recycle adalah memilah sampah yang masih bisa di daur ulang,” tegasnya.

                Sampah lain yang masih bisa di manfaatkan, misalnya kotak dan kaleng yang masih bagus, bisa di sulap menjadi barang yang cantik. Salah satu caranya yaitu lewat decoupage, seni mendaur ulang barang-barang bekas dengan cara menempeli barang tersebut dengan kertas tisu beraneka gambar. Seni kerajinan tangan ini kini menjadi salah satu aktivitas yang dia lakukan bersama para warga di kawasan tempat tinggalnya.

                Berangkat dari sini, Novita kini menganggap seni decoupage sebagai aktivitas yang bisa di lakukan oleh ibu-ibu rumah tangga. Tidak hanya menyulap barang bekas, tetapi juga barang-barang rumah tangga yang sudah lama. “Dari pada beli baru, mau di buang juga sayang, akhirnya di-deco aja,” ungkapnya.

                Dua kegiatan tersebut merupakan agenda utama yang menjadi aktivitas rutin di Kampoeng Recycle. Kampoeng Recycle sendiri memang baru di resmikan di RT 6, beberapa waktu lalu. “Sekarang masih di satu RT, sedangkan RT lainnya akan menonjolkan ciri khas masing-masing. Ini yang sedang kami rancang,” lanjut wanita berhijab tersebut.

                Sebagai langkah berikutnya, dirinya berencana menjajaki kemungkinan RT lainnya untuk menjadi kampong sentra kuliner. Sebab hampir seluruh warga nya di RT 2 memiliki bisnis kuliner. “Banyak yang berjualan masakan. Ini bisa kita usung, kita manfaatkan sebagai identitas RT,” ujar Novita. Jika semua RT di sana bisa mengusung keunikan masing-masing, bukan tidak mungkin satu wilayah tersebut bisa menjadi sebuah kampong kreatif. “Nanti hashtag-nya #RW40Kreatif,” selorohnya.

                Wacana ini bukan tanpa sebab. Dia mendengar bahwa di Taman Gading, akan di buka sebuah area wisata kebun seluas kurang lebih dua hektar yang berisi berbagai tanaman buah. Pengunjung bisa memetik sendiri buah yang di panen. “Ini jadi alternative wisata baru bagi warga sekitar. Nantinya kalau ini jadi di buka, kampong kreatif ini bisa ikut sinergi dalam ekonomi, otomatis punya nilai jual, pengunjung bisa mampir ke sini,” kata Novita.

                Namun dirinya menyadari langkah panjang  yang di butuhkan oleh pengurus Kampoeng Recycle. Karena itu bersama sinergi dengan komunitas dan instansi terkait, Novita dan pengurus lainnya ingin terus mengembangkan Kampoeng Recycle dan memperluasnya menjadi Kampung Kreatif. (lin/sh)

SUMBER : JP-RJ Senin 25 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...