Jumat, 02 Februari 2018

Marni, Pria Asal Lojejer Wuluhan Penderita Penyakit Kulit Aneh



Ingin Sembuh, Konsumsi Minyak Tanah Sampai Kelinci Lawar

                Kondisi Marni, separuh baya asal Dusun Grintingan, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan sungguh memprihatinkan. Sejak usia tujuh tahun, sekujur tubuhnya di penuhi bentola-bentolan. Berbagai pengobatan sudah di lakukan tetapi hasilnyaa masih nihil.



KHAWAS AUSKARNI, Wuluhan

                MARNI, 50, hingga kini belum tahu ikhwal nama penyakit yang di deritanya. Sekujur tubuhnya, mulai kaki, perut, dada, punggung, bahkan mukanya di penuhi benjolan. Pada bagian perut ada yang nyaris sebesar bakpao.

                Dia mengaku tidak ada rasa sakit atau pun gatal dari bentol-bentol itu. Hanya saja, nafasnya jadi agak tersengal, pandangannya jadi kurang awas akibat sebagian rongga hidung dan kelopak matanya tertutup benjolan. Benjolan yang menutup wajahnya juga membuat orang lain susah menebak apakah marni sedang tersenyum atau menyimpan sedih.

                Belakangan, sosok marni ramai menjadi salah satu bahan perbincangan di media sosial (medsos). Itu setelah seorang tetangganya mengunggah wujud fisiknya dalam akun facebook. Namun, di balik keramaian kabar tetangganya yang belum lama marak, ternyata sudah sejak kisaran usia tujuh tahun marni mulai mengalami penyakit kulit aneh itu. 

                Mula-mula, benjolan marni hanya sebatas pada betis kanannya. Itu pun hanya satu. Keluarganya sempat membawanya ke rumah sakit sebelum kemudian marni mesti menjalani operasi. “Saat itu umur saya masih sekitar tujuh tahun,” ujarnya pada Jawa Pos Radar Jember di rumahnya, Sabtu (23/12).

                Alih-alih sembuh, usai menjalani operasi benjolan pada betis kanannya malah beranak-pinak dan merata pada bagian tubuh lainnya.

                Setiap waktu kecenderungannya semakin bertambah, hingga seperti yang tampak saat sekarang.

                Berbagai metode pengobatan pernah dia jajal. Mulai dari yang tradisional hingga yang di luar nalar. Banyak nya cara yang dia tempuh sebanding dengan banyaknya saran yang kerap di terimanya dari para tetangga, saudara, dan sejawatnya.

                Pernah suatu ketika menyaarankan marni untuk mengonsumsi satu sendok minyak tanah rebus tiapa pagi. Dia pun mengikuti saran itu dengan ajeg hingga beberapa waktu berjalan. Namun, hasilnya nihil, lantas marni mulai meninggalkan terapi itu. “Tidak ada efek apa-apa, baik positif maupun negative, setelah saya mengonsumsi minyak tanah rebuh,” kata marni.

                Hal lain yang pernah di lakukannya adalah mengonsumsi daging kelinci lawar. Di masak namun tampa bumbu penyedap sedikit pun. Marni melahap daging kelinci lawar tersebut sembari menahan rasa ingin muntah. “Tapi namanya pingin sembuh, ya saya paksa makan saja,” terangnya.

                Terapi ini dia jalani hingga kisaran 10 hari. Namun, fakta yang dia peroleh sekali 3 uang dengan terapi pertama. Hasilnya nol besar. 

                Sangking pinginnya sembuh, hingga suatu ketika ada yang menyarankan untuk sowan ke salah satu dukun di kampong sebelah. Oleh si dukun, marni di minta tinggal selama sebulan. Di rumah dukun itu, tiap pagi marni pasti mejalani terapi air hangat. 

                Kendati tidak menggaransi kesembuhannya, terapi penyembuhan yang di lakukan Mbah Dukun terhadap marni tidaklah gratis. Marni sampai terpaksa menjual dua anak sapi pemberian  adaiknya. “Saya habis kalau hanya Rp 6 juta, tanpa hasil sedikt pun,” keluhnya.

                Merasa sudah terlalu banyak menjajal ragam cara namun tidak berhasil, akhirnya dia memutuskan untuk pasrah saja. Marni tidak lagi mau berobat. Bukan karena putus asa, tapi sudah tidak punya ongkos lagi untuk membayar. Banyak asset terjual kala masih giat mencari penyembuhan.

                Nyaris sepanjang hayatnya, dia mengandalkan nafkah dari adik kandungnya, Kotibin, yang hanya berprofesi sebagai petani. Marni merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Di rumah nya, Dusun Grintingan, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, dia hanya hidup dengan bibinya yang nyaris berusia 80 tahun. “Saya tidak bisa bekerja, sekolah pun juga tidak pernah,” akunya.

                Kendati demiukian, dunia sosialnya tetap normal sebagai mana kebanyakan orang. Marni setiap hari bergaul lepas dengan tetangga kanan kirinya. Bahkan, dia kerap hadir dalam acara tahlilan dan takziah.

                Hanya saja, sebagian anak kecil di kampungnya langsung lari begitu melihat sosok marni. Seolah.  Anak-anak itu berpapasan dengan tokoh antagonis di serial superhero yang mereka tonton tiap Minggu pagi.

                Marni juga tidak sempat membuat keturunan. Dia selalu minder jika membicarakan perkara perkawinan, kendati menginginkan. (aro)

SUMBER : JP-RJ Minggu 24 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...