Sensasi Naik
Gethek hingga Lihat Sunrise-Sunset dari Atas Bukit
Legenda Gladak Korek (jembatan
menuju pabrik korek api) di Dusun Krajan Desa Andongsari banyak di kenal di
Ambulu. Bahkan kini berkat sentuhan sekelompok warga peduli alam, area tersebut
di sulap jadi wisata yang keren. Seperti apa wujudnya?
RANGGA MAHARDIKA, Ambulu
SAMA sekali tidak seperti biasanya. Kawasan Gladak Korek yang ada
di ujung Dusun Krajan, Desa Andongsari, Ambulu yang berbatasan dengan Sungai
Mayang dan RPH Sabrang milik PT Perhutani mendadak ramai. Bahkan, ada puluhan
orang yang berada dipinggir sungai tersebut yang rela berpanas-panasan, hanya
untuk antre agar bisa menyeberang sungai menuju ke kawasan hutan tersebut.
Belakangan ini, kawasan hutan
tersebut memang sudah di sulap oleh Komunitas Pencinta Alam Manusia untuk Alam
(Manula) Jember menjadi kawasan wisata. Mereka menamakan kawasan wisata baru
itu dengan sebutan keren : GK 37 (Gladak Korek 37). Sejak di resmikan minggu
(12/12) lalu, ratusan orang berminat untuk datang ke kawasan wisata murah
meriah sekaligus sembari mengingat sejarah kawasan tersebut.
GK 37 sendiri, menurut Gaguk
Hariyanto (Ketua Manula Jember yang menggagas wisata itu) di ambil dari legenda
masyarakat. “Namanya DK itu dari dak
korek (Gladak Korek, Red). Sedangkan 37 itu merupakan tahun 1937. Kabarnya
pembangunan jembatan dan pabrik korek yang dulu di bangun di kawasan ini pada
tahun itu,” tutur Gaguk kemarin.
Penemuan kawasan ini juga cukup
unik. Yakni saat kelompok Manula ini mengunjungi tempat itu. “Di sana ada
warung kecil awalnya, terus kami berkeliling melihat sekitar,”jelasnya.
Ternyata mereka menemukan berbagai hal yang menarik di kawasan itu. Salah
satunya keberadaan batu besar dan hutan yang menutup areal tersebut.
Pihaknya pun berniat
membangkitkan memori setempat yang pernah tahu sejarah Gladak Korek, utamanya
untuk warga sepuh yang ada di sekitar kawasan. Memang bukan kendali membangun pabrik,
melainkan membuat kawasan wisata di sana. Pihaknya awalnya sempat hendak
membangun jembatan bekas jembatan yang ambruk, namun kemudian di ubah dengan
membangun gethek alias rakit.
“Sebelumnya, ada gethek milik
pak Tukan, warga setempat. Sekarang sudah kami modivikasi biar bagus dan lebih
aman,” tuturnya. Meskipun demikian, di hari pembukaan sempat overloot. Sehingga kini pihaknya
membatasi warga yang hendak menyeberang dengan 10-15 orang saja untuk sekali
angkut. Hal ini untuk keamanan bersama sehingga rakit bisa di gunakan
dengan baik untuk menyeberangkan masyarakat.
Pihaknya
memang membangun kawasan ini dengan bantuan masyarakat sekitar. “Sesuai dengan
visi misi nya yakni ibadah dan seduluran,”
ucap Gaguk. Sehingga dalam berbagai kegiatan ini pihaknya selalu melakukan
bersama dengan masyarakat sekitar. Mereka bahu-membahu menyulap Gladak Korek
ini termasuk juga tanggung jawab mengelolanya di masyarakat juga di pikul
bersama.
Mulai
dari menanam tanaman, bunga, tempat lahan parkir, hingga membangun sejumlah hal
untuk memperindah kawasan itu. Selain itu, pihaknya juga membersihkan semak
belukar sehingga terlihat kawasan yang asri, sejuk dengan pemandangan alam yang
asri yang dapat di nikmati masyarakat. “Kalau biaya lumayan banyak. Habisnya
sekitar Rp 10 juta,” tuturnya. Semua biaya itu di sangga bersama dengan
masyarakat.
Hasilnya,
kini di kawasan itu ada sejumlah wahana yang dapat di nikmati masyarakat
seperti pembangunan rumah Hobbit yakni
seperti rumah kecil untuk kaum kurcaci. Juga ada jogging track untuk manula. Selain itu, juga banyak spot selfie bagi para remaja dan
masyarakat kekinian di antaranya Lorong Bahagia, Rumah Siput, dan juga rumah
Panti Jodo.
Serta
sejumlah wahana lain seperti ayunan dan lain sebagainya. “Untuk yang penyuka
hal ekstrim, ada Sangkar Raksasa di atas pohon dan juga Bukit Matahari,”
jelasnya. Di bukit ini masyarakat bisa menikmati pesona alam bukit yang hijau
dari hutan Sabrang dan juga di padu Sungai Mayang yang sangat indah. Belum lagi
masyarakat bisa menikmati alam sunrise
dan sunset untuk masyarakat.
Sehingga,
kini kawasan itu menjadi jujugan masyarakat Jember serta Ambulu dan sekitarnya
sebagai salah satu wahana wisata alam yang masih asri. Pihaknya juga
menggandeng perhutani selaku pemilik kawasan tersebut. “Sejak awal kami selalu
berkoordinasi dengan perhutani,” tuturnya. Dengan demikian, pembuatan wana
wisata baru ini selalu dalam pengawasan perhutani untuk pengelolaannya, asalkan
memang tidak merusak atau menebang pohon yang ada.
“Kami
malah melestarikan. Kami melindunginya,”jelasnya. Apalagi, untuk pemasukan dari
masyarakat ini nantinya di gunakan untuk melestarikan kawasan hutan dan
pelestarian lainnya di kawasan tersebut. (c1/hdi)
SUMBER : JP-RJ Jumat 22 Desember 2017

Tidak ada komentar:
Posting Komentar