Rabu, 11 April 2018

Melihat Perajin Tampah di Kecamatan Ambulu



Biar Terlihat Keren, Tampah Dihias Lebih Menarik

                Di era yang serba modern, masih ada yang peduli pada barang-barang berbau tradisional. Upaya melestarikan barang tradissional tetap terjaga di Desa Sabrang dan Desa Badengan Ambulu. Biar keren, inovasi dilakukan agar barang jadul itu terlihat mewah.

QOMARUDDIN HAMDI, Ambulu

         SIANG itu, disalah satu rumah warga di Desa Sabrang, Kecamatan Ambulu tampak berkumpul para ibu rumah tangga. Bukan untuk bergosip, mereka sedang mengerjakan tenunan tampah (alat dapur yang biasa digunakan untuk memilah bahan makanan sebelum dimasak).

         Lokasi perajin itu di Gang Perbatasan antar dua Desa, yakni Desa Sabrang dan Desa Badengan. Hampir semua ibu rumah tangga dari dua Desa itu ikut membuat kerajinan tangan yang memakai bambu sebagai bahan utama. 

       Selain bikin tampah, para ibu ini juga membuat beberapa peralatan dapur lainnya, seperti wakul (tempat nasi).

      “Disini saja ada sekitar 100 ibu-ibu yang bekerja sebagai perajin bambu ini,” kata Yuli Nusantara, koordinator Komunitas Ambulu Kreatif yang getol memberdayakan kerajinan tradisisonal tersebut.

       Para ibu ini sudah puluhan tahun menekuni pembuatan kerajinan dari bambu. Namun, inovasinya hanya dilakukan untuk peralatan dapur saja. “Paling banyak tampah yang selama ini kami buat,” katanya.

      Ada alasan tersendiri bagi dia dan teman-temannya untuk mengembangkan kerajinan itu. Paling tidak, ada pengetahuan baru. Sehingga, produk yang mereka buat dari hasil tangannya sendiri bisa laku keras dipasaran.

     Awalnya, dia dan teman-teman di komunitasnya melihat geliat peralatan dapur dari bahan baku bambu ini terus meosot karena kalah saing dengan barang pabrikan. Tetapi, semangat untuk meneruskan kerajinan dari bambu itu masih sangat kuat. Atas dasar itu, dia coba membantu para perajin agar mendapatkan tempat di pasaran.

    Rupanya, tidak semua mau diajak maju. Awalnya, beberapa penolakan dari masyarakat mulai bermunculan saat itu. Namun, dengan konsep tampah itu  terlihat lebih menarik, warga mulai mau ikut bergabung. 

     “Waktu itu, saya bersama teman-teman ingin kerajinan ini bisa dibuat lebih modern sehingga laku di pasaran,” ungkapnya. Yakni, menambah pernik-pernik di kerajinan tampah tersebut.

       Seiring berjalannya waktu, berapa ulasan seperti bikin alat dapur lain mulai bermunculan. Seperti membuat tempat kue dengan berbagai model.

    Namun, ibu-ibu cukup kesulitan karena memang selama ini mereka lebih banyak berkonsentrasi ke tampah saja. “Jadi, perlu latihan lagi agar kerajinan bisa maksimal,” kata Yuli. 

        Sampai akhirnya, para ibu tersebut mampu menuangkan konsepnya sendiri dalam membuat toples kue. “Awalnya memang kesulitan, sampai akhirnya para ibu ini terbiasa membuat banyak model kerajinan,” tuturnya.

        Dengan harga yang relatif murah, dia berani bersaing dengan barang pabrikan. Apalagi, kerajinan buatan tangan ini bisa di gunakan dalam kurun waktu yang cukup lama. 

        Yuli mengakui, butuh sedikit sentuhan lagi agar hasil dari para perajin ini mampu menyejahterakan. Paling tidak, ada bantuan dari pemerintah agar produk kerajinan asli Jember tersebut mendapatkan pasar lebih luas. Apalagi, bisa menembus kancah internasional.

       Maka dari itu, tidak ada harapan lain selain dukungan dari pemerintah. “Perhatian dari pemerintah agar keberadaan perajin tidak hilang oleh zaman. Kalah bersaing dengan produk pabrikan tanpa ada upaya pemerintah untuk memberikan dukungan pada mereka,” lanjutnya.

       Dengan demikian, dia dan teman komunitasnya tidak akan selesai disini saja. Masih banyak perajin tradisional yang butuh support. Paling tidak, memberikan dukungan kepada perajin untuk tetap produksi. “Kami bertekad akan terus mencari perajin tradisional seperti disini agar mereka juga memiliki semangat menyumbangkan produk mereka sendiri,” tutupnya. (mar/mgc/hdi)

Sumber : Jawa Pos (Radar Jember)

Edisi : Kamis 1 Maret 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...