Biar
Terlihat Keren, Tampah Dihias Lebih Menarik
Di era yang serba modern, masih ada
yang peduli pada barang-barang berbau tradisional. Upaya melestarikan barang
tradissional tetap terjaga di Desa Sabrang dan Desa Badengan Ambulu. Biar
keren, inovasi dilakukan agar barang jadul itu terlihat mewah.
QOMARUDDIN HAMDI,
Ambulu
SIANG itu, disalah satu rumah warga di
Desa Sabrang, Kecamatan Ambulu tampak berkumpul para ibu rumah tangga. Bukan
untuk bergosip, mereka sedang mengerjakan tenunan tampah (alat dapur yang biasa digunakan untuk memilah bahan makanan
sebelum dimasak).
Lokasi
perajin itu di Gang Perbatasan antar dua Desa, yakni Desa Sabrang dan Desa
Badengan. Hampir semua ibu rumah tangga dari dua Desa itu ikut membuat
kerajinan tangan yang memakai bambu sebagai bahan utama.
Selain
bikin tampah, para ibu ini juga
membuat beberapa peralatan dapur lainnya, seperti wakul (tempat nasi).
“Disini
saja ada sekitar 100 ibu-ibu yang bekerja sebagai perajin bambu ini,” kata Yuli
Nusantara, koordinator Komunitas Ambulu Kreatif yang getol memberdayakan
kerajinan tradisisonal tersebut.
Para
ibu ini sudah puluhan tahun menekuni pembuatan kerajinan dari bambu. Namun,
inovasinya hanya dilakukan untuk peralatan dapur saja. “Paling banyak tampah yang selama ini kami buat,”
katanya.
Ada
alasan tersendiri bagi dia dan teman-temannya untuk mengembangkan kerajinan
itu. Paling tidak, ada pengetahuan baru. Sehingga, produk yang mereka buat dari
hasil tangannya sendiri bisa laku keras dipasaran.
Awalnya,
dia dan teman-teman di komunitasnya melihat geliat peralatan dapur dari bahan
baku bambu ini terus meosot karena kalah saing dengan barang pabrikan. Tetapi,
semangat untuk meneruskan kerajinan dari bambu itu masih sangat kuat. Atas dasar
itu, dia coba membantu para perajin agar mendapatkan tempat di pasaran.
Rupanya,
tidak semua mau diajak maju. Awalnya, beberapa penolakan dari masyarakat mulai
bermunculan saat itu. Namun, dengan konsep tampah itu terlihat lebih menarik, warga mulai mau ikut
bergabung.
“Waktu
itu, saya bersama teman-teman ingin kerajinan ini bisa dibuat lebih modern
sehingga laku di pasaran,” ungkapnya. Yakni, menambah pernik-pernik di
kerajinan tampah tersebut.
Seiring
berjalannya waktu, berapa ulasan seperti bikin alat dapur lain mulai
bermunculan. Seperti membuat tempat kue dengan berbagai model.
Namun,
ibu-ibu cukup kesulitan karena memang selama ini mereka lebih banyak
berkonsentrasi ke tampah saja. “Jadi,
perlu latihan lagi agar kerajinan bisa maksimal,” kata Yuli.
Sampai
akhirnya, para ibu tersebut mampu menuangkan konsepnya sendiri dalam membuat
toples kue. “Awalnya memang kesulitan, sampai akhirnya para ibu ini terbiasa
membuat banyak model kerajinan,” tuturnya.
Dengan
harga yang relatif murah, dia berani bersaing dengan barang pabrikan. Apalagi,
kerajinan buatan tangan ini bisa di gunakan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Yuli
mengakui, butuh sedikit sentuhan lagi agar hasil dari para perajin ini mampu
menyejahterakan. Paling tidak, ada bantuan dari pemerintah agar produk
kerajinan asli Jember tersebut mendapatkan pasar lebih luas. Apalagi, bisa
menembus kancah internasional.
Maka
dari itu, tidak ada harapan lain selain dukungan dari pemerintah. “Perhatian
dari pemerintah agar keberadaan perajin tidak hilang oleh zaman. Kalah bersaing
dengan produk pabrikan tanpa ada upaya pemerintah untuk memberikan dukungan
pada mereka,” lanjutnya.
Dengan
demikian, dia dan teman komunitasnya tidak akan selesai disini saja. Masih
banyak perajin tradisional yang butuh support. Paling tidak, memberikan
dukungan kepada perajin untuk tetap produksi. “Kami bertekad akan terus mencari
perajin tradisional seperti disini agar mereka juga memiliki semangat
menyumbangkan produk mereka sendiri,” tutupnya. (mar/mgc/hdi)
Sumber : Jawa Pos (Radar Jember)
Edisi : Kamis 1 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar