Kamis, 08 Februari 2018

Bambang Sugianto, Petani Zaman Now Yang Kembangkan Kopi Kapulaga



Dulu Di Sepelekan, Kini Kerap Diundang Jadi Penyuluh

                Seiring laju zaman, profesi di bidang pertanian makin di jauhi generasi muda. Butuh inovasi agar dunia agraris tetap mampu memberi kehidupan yang lebih untuk pekerjanya. Bambang Sugianto, pekebun asal Desa Sumberpakem, Kecamatan Sumberjambe, membuktikannya.


ADI FAIZIN, Sumberjambe


                BAMBANG Sugianto tampak semangat pagi itu. Di daulat untuk memberi penyuluhan dan berbagi pengalaman dalam membudidayakan tanaman kapulaga (Bahasa Jawa, Kapulogo, Red), dia fasih menjelaskan betapa mudah dan menguntungkannya tanaman tersebut untuk di budidayakan.


                Maklum saja, Bambang sudah lebih dari enam tahun membudidayakan kapulaga dengan sistem Wanafarma (pemanfaatan lahan bawah tegakan, PLBT, semacam sistem tumpangsari dalam dunia pertanian). “Kapulaga ini prospeknya masih cerah. Perawatannya murah dan mudah,” tutur Bambang di depan masyarakat Desa Kamal, Kecamatan Arjasa.


                Pada ahad pagi itu, dia memang di minta untuk berbagi pengalaman dan ilmunya dalam acara gerakan penghijauan yang di gelar sekelompok mahasiswa menamakan di GenBi di Desa Kamal Arjasa. Sengaja tanaman kayu yang di tanam adalah kapulaga. Selain untuk menjaga kelestarian alam, tanaman kayu tersebut juga di nilai punya prospek ekonomi yang baik.

                “Karena itu kami pilih tanaman kapulaga. Tanaman ini sekarang lagi tren karena punya nilai ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat,” tutur Egar Prasetya Putra Wardana, salah satu mahasiswa yang menjadi ketua panitia acara penanaman pohon.

                Sejak dua tahun terakhir, Bambang memang kerap di minta oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur untuk memberikan penyuluhan mengenai budidaya kapulaga. Pasalnya, Bambang di nilai cukup sukses dalam merintis dan mengembangkan tanaman yang di ambil manfaat dari rumpunnya tersebut. Bambang mengembangkan budidaya kapulaga di Desa kelahirannya, Sumberpakem, Kecamatan Sumberjambe.

                Kapulaga ia tanam bersama tanaman pohon keras seperti sengon dan jati yang memang banyak di budidayakan di daerah Jember bagian utara.

                “Niatnya memang untuk menambah penghasilan sembari menunggu panen sengon yang bisa memakan waktu sampai lima tahun ke atas,” pria berusia 45 tahun tersebut.

                Bambang tak ingin sukses sendiri. Ia juga mengajak tetangga-tetangga nya dengan membentuk kelompok tani atau poktan. Dia menggunakan nama poktan Santuso 2. “Santuso itu di ambil dari nama kakek saya, karena saya ingin meniru kesuksesan beliau dalam bertani. Almarhum kakek saya sering dapat penghargaan sebagai petani terbaik,” lanjut Bambang.

                Awalnya memang tidak mudah untuk mengajak rekan-rekannya sesama pekebun di Desa Sumberpakem untuk juga membudidayakan kapulaga dengan menggunakan sistem wanafarma bersama sengon. Sebelumnya tanaman yang memiliki nama latin Amomum compactum itu banyak di Desa tersebut secara liar dan tidak di budidayakan secara khusus. “Mereka semula ragu bahwa kapulaga ini bisa menguntungkan kalau di budidayakan, karena biasanya tumbuh liar,” tutur Bambang.

                Namun Bambang tidak menyerah. Dia terus berusaha merangkul warga untuk bersama-sama menanam kapulaga.  Untuk memperkuat pemasaran, mereka membentuk poktan santuso 2. Pada tahap awal, Bambang mendatangkan bibit kapulaga dari Banyuwangi. “Kita memakai poktan agar lebih kuat pemasarannya. Jadi hasil kapulaga warga di beli poktan untuk dibantu pemasarannya. 40 persen dari laba masuk ke kas poktan untuk kemudian di olah lagi,” jelas pria yang menempuh pendidikan terakhir di SMEA yang ada di pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo ini.   

                Perlahan-lahan, usahanya itu mulai mebuahkan hasil. Melalui poktan, kapulaga hasil budidaya warga bisa di jual di kisaran harga Rp 45 ribu per kilogram. “Harganya fluktuatif, tergantung kondisi pasar. Tapi tetap saja menguntungkan petani. Sejauh ini juga tidak ada kendala berarti,” aku Bambang.

                Jumlah anggota poktan Santuso 2 pimpinan Bambang juga melonjak. Kini anggotanya tercatat mencapai 165 orang di Desa Sumberpakem, dengan total luas lahan mencapai 5 kilometer. “Lahan saya sendiri sekitar 300 meter persegi,” ujar Bambang saat menjamu Jawa Pos Radar Jember di laboratorium produksi yang ada di samping rumahnya tersebut.

                Dengan lahan seluas sekitar 200 meter persegi, umumnya dapat di tanam sekitar 500 rumpun pohon kapulaga. Dari jumlah tersebut, dalam sekali panen bisa di hasilkan sekitar 250 kilogram umbi kapulaga kering yang merupakan hasil akhir pasca panen. Tanaman kapulaga sendiri baru bisa di panen setelah berusia di atas satu tahun. Dalam setahun, panen dapat di lakukan sebanyak tiga kali. “Setelah satu tahun, bisa tumbuh terus sampai bertahun-tahun,” tutur bapak dua anak ini.

                Dengan harga biji kapulaga kering yang bisa di jual di kisaran Rp 40 ribu, maka dengan 200 meter setidaknya bisa di dapatkan omset kotor mencapai sekitar Rp 10 juta per satu kali panen. “Tanaman ini relatif tahan lama. Sejauh ini kami belum pernah mengalami gagal panen karena masalah hama dan gangguan teknis pertanian lainnya,” cerita Bambang.

                Bambang hanya menggunakan pupuk ZA di campur urea dengan perbandingan 1 : 1. Untuk lahan seluas 300 meter, dia hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 100 ribu per bulan nya.

                Tak puas hanya menjual biji kapulaga kering, Bambang kemudian mengembangkan usahanya dalam bentuk kopi kemasan. Menggunakan bendera bisnis Poktan Santuso 2, Bambang merintis bisnis kopi kapulaga. “Setahu saya, di Jember belum ada kopi kapulaga. Dari informasi yang saya terima, kopi kapulaga ini punya banyak manfaat untuk kesehatan tubuh manusia,” klaim Bambang. 

                Saat Jawa Pos Radar Jember di ajak mencicipi kopi kapulaga produksi Poktan Santuso 2, memang terasa aroma yang khas dan rasa menyegarkan di tenggorokan. Tak hanya di campur dengan kapulaga, kopi hasil sangraian Poktan Santuso 2 juga di campur dengan jahe dan kayu manis sebagai komposisi bahan alaminya. “Jahe dan kayu manis juga hasil produksi warga di sini,” tutur pria kelahiran 25 februari 1972 ini.

                Bambang menggunakan biji kopi Robusta dari Desa tetangga, Yakni Desa Rowosari, kecamatan Sumberjambe. “Pernah juga saya coba beralih menggunakan biji kopi dari desa lain, tapi rasanya kok jadi berbeda, berkurang cita rasanya. Karena itu kami putuskan tetap menggunakan biji kopi Robusta dari Desa Rowosari,” ujar Bambang.

                Sejauh ini, produksi kopi kapulaga milik Poktan Santuso 2 memang belum terlalu besar, hanya di kisaran belasan kilogram di tiap bulannya. Pesanannya pun fluktuatif. Dia juga masih menggunakan cara konvensional, berdasarkan pesanan dan banyak mempromosikan melalui pameran-pameran yang difasilitasi pemerintah. Namun keberhasilan Bambang mengembangkan kopi kapulaga juga di lirik oleh desa lainnya.

                “Sejak dua tahun terakhir, saya di minta membantu pengembangan kapulaga di Desa Cumedak, Kecamatan Sumberjambe. Di sana, lahannya sudah mencapai sekitar 5 hektar juga,” jelas Bambang. Selain itu, poktan santuso 2 kini juga mengembangkan pembibitan kapulaga untuk melayani permintaan dari berbagai daerah. Bulan lalu, mereka memenuhi permintaan bibit untuk Bondowoso.

                Untuk memperkuat Branding dari kopi kapulaganya, Bambang berinovasi dalam pengemasan. Selain itu ia kini juga sedang dalam proses pengurusan PIRT agar kopi produksinya bisa di terima di toko-toko modern.

                Dengan srangkaian inovasi nya tersebut, Bambang berharap profesi petani bisa tetap di lirik generasi muda. “Tapi saya tidak bisa memaksa anak saya yang sekarang masih mondok untuk ikut juga jejak saya. Saya bebaskan saja,” pungkas Bambang. (ad/hdi)

SUMBER : JP-RJ Sabtu 30 Desember 2017    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...