Minggu, 28 Januari 2018

Nurul Fathyah, Dosen Yang Rela ‘Kerja Bakti’ Dampingi Kelompok Tani



Tak Peduli Meski Wira-Wiri dari Sumbersari ke Sumberklopo

                Nurul Fathyah Fauzi, 29, pengajar di Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember berikhtiar mendampingi kelompok Tani Dusun Sumberklopo, Desa/Kecamatan Bangsalsari. Dengan telaten dia mengajari teknik pengolahan keripik pisang, singkong, hingga produksi beras merah.


KHAWAS AUSKARNI, Jember



NURUL merasa segan jika ilmu yang di perolehnya hingga jenjang magister sekadar dicatat oleh para mahasiswanya. Lagi pula, jika hanya seperti itu, perjuangannya selama kuliah dulu tidak akan berarti maksimal.

                Itulah kemudian yang membuat nya mantab berkiprah  di ranah sosial, selain tetap menekuni rutinitasnya mengajar di kampus. Linear dengan kompetensinya sebagai dosen agribisnis di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember, upaya sosial yang di tempuhnya berupa pendampingan terhadap kelompok tani di pelosok terpencil Dusun Sumberklopo, Desa/Kecamatan Bangsalsari.

              Apa yang dilakukannya sejak enam bulan terakhir itu murni atas inisiasi sendiri. Dan bukan bagian dari tugas kelembagaan. Tak ayal, saat berapakali dia butuh ongkos untuk kegiatan, Nurul mesti mengatasinya sendiri. Bukan Cuma dana operasional untuk wira-wiri dari tempat tinggalnya di Sumbersari menuju lokasi di areal menanjak Sumberklopo.

                Lebih dari itu, dia juga harus menyumbangakan uang pribadinya untuk membantu setiap proses produksi berlangsung. Mulai pengolahan hingga packing. 

                Saat di Tanya berapa total uang pribadinya yang terpakai untuk kegiatan itu, dia mengaku tak ingat pastinya, dan memang enggan mengingat-ingat. Sebab, kata dia, apa yang di lakukannya itu bukan soal hitung-hitungan. “Menghitung-hitung uang yang keluar hanya akan membuat upayanya berjalan tanpa totalitas lantaran pamrih,” katanya.

                Usai produk jadi dan siap jual, dia pula yang mesti mencari pasar. Bukan ke toko penjual produk makanan, namun langsung ke konsumen akhir yang notabene para kenalan-kenalannya. “Alhamdulillah, dari sebagian besar konsumen yang beli keripik ordernya jalan,” ucapnya.

                Seberapa pun produk yang laku, berapa banyak pun keuntungan yang di dapat, tetap saja proses jualan itu adalah kegiatan sosial yang di kemas dalam rupa bisnis, bukan kegiatan bisnis yang di desain dengan wajah sosial. Keluruh keuntungan sekaligus biaya produksinya di muarakan kepada kelompok tani Sumberklopo. 

                Kendati produk sudah bisa di terima pasar, Nurul masih menganggap upayanya bersama kelompok tani Sumberklopo masih belum paripurna. Masih perlu di temukan formulasi system yang bisa membuat eksistensi kegiatan itu tetap hidup dan berdikari kendati dia tinggal.

                Di balik semua itu, dia sebenarnya tak punya riwayat apa pun dalam wirausaha, sebagai produsen maupun pemasar produk olahan. Modalnya hanya niat baik, sekadar wawasan di atas kertas, dan keprihatinan atas nasib petani yang hampir selalu di kalahkan pasar, terkadang juga alam.

                Produk hasil pertanian yang masih apa adanya kerap di hargai tidak fair oleh pasar dan pelaku-pelakunya. Selain karena akses yang sempit, hasil pertanian yang cepat lekang oleh waktu menjadi alasan bagi para petani bertekuk lutut pada mekanisme yang tak berpihak itu.

                Pada akhirnya dia memilih untuk terjun kelompok tani Dusun Sumberklopo, Desa Bangsalsari, selain karena anggotanya banyak yang terbelakang, juga lantaran mereka terbuka pada pengetahuan baru. “Mereka aktif dan antusias belajar hal baru,” ujarnya.

                Kelompok tani Sumberklopo sudah lama hidup dari bercocok tanam pisang dan kopi. Dulunya, satu-satunya cara petani untuk mendapat uang dari hasil cocok tanamnya adalah dengan menjualnya ke tengkulak. Kerap kali harga jadi di putuskan oleh tengkulak. “Petani hanya terima bongkokan lantaran sudah keburu butuh uang, juga akses pasar yang sempit,” katanya.

                Nurul datang kepada mereka dengan mengenalkan konsep nilai tambah. Bahwa, petani akan memperoleh margin keuntungan lebih tinggi jika mau dan bisa mengolah lagi hasil pertanian mereka menjadi produk lain. (was/hdi)

SUMBER : JP-RJ Selasa 19 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...