Sabtu, 20 Januari 2018

Mereka Memburu “Harta Karun Soekarno” di Bukit Mandigu



Pernah Diobrak-abrik, Nekat Kembali Lagi

       Tak semua informasi benar adanya. Apalagi cerita tentang harta karun. Bisa-bisa, seperti empat orang yang menjadi korban di dalam Gua di Bukit Mandigu, Mumbulsari ini. Nyawa menjadi akhir perburuan mereka.

                                                RULLY-JUMAI, Mumbulsari


            GUA di Bukit Mandigu di petak 42 Mumbulsari, itu lumayan mistis. Pintu masuk Gua, ada semacam tulisan kuno berpadu Arab. Meski saat mencoba membaca tulisan arab, tidak begitu jelas maksudnya. Tambah lagi ada gambar bintang, seperti bendera Israel berwarna kuning.

            Sisi kanan pintu masuk gua, ada batu besar tertulis lirik lagu Indonesia Raya. Tulisan lirik lagu itu juga di cat sama, warna kuning. Bahkan di bawah tulisannya, ada tanda tangannya. Mungkin yang di maksud, tanda tangan itu milik pencipta lagu nasional, Wage Rudolf Supratman.

          
  Semakin merinding, di beberapa sudut pintu gua, ada dupa hio yang biasa di gunakan untuk ritual. Dupa masih menyala. Bahkan aroma khasnya, begitu menyengat. Bertambah kental suasana mistis, karena di sana juga ada sesajen.
 
            Memang sesajen di sana tidak begitu lengkap. Hanya ada bunga yang mengering. Di sandingkan satu kelapa kering. Namun di antara sesajen tersebut, ada dua bendera merah putih, bersanding gambar sang proklamator Ir Soekarno.

            Gua itu sedari siang kemarin, ramai menjadi perbincangan. Penyebabnya, ada empat orang di dalam gua yang tak bisa keluar. Mereka lemas. Tiga meninggal dunia dan seorang di antara mereka, selamat meski masih kritis.

            Mencari gua yang di maksud, sebenarnya tidak begitu sulit. Melintas melewati jalan samping kantor Desa Suco, Mumbulsari, menuju puncak Mandigu di Desa Lampeji. Supaya tidak tersesat, tanya masyarakat sekitar arah ke lokasi paralayang.

            Ya. Gua itu tak jauh dari puncak yang biasa di pakai olahraga paralayang Bukit Mandigu. Namun, jika ke lokasi paralayang harus ambil arah kanan, sedangkan ke gua itu harus memilih jalan yang ke kiri. Semakin mudah menemukan gua itu, karena atap terpal warna biru tampak begitu mencolok.

            Mantri Perhutani yang bertanggung jawab di Bukit Mandigu, Adi Yuliyanto, sejak tiga bulan lalu, mengaku menerima laporan warga sekitar, bahwa gua tersebut banyak di tempati orang luar desa. “Kabarnya memang di jadikan tempat ritual,” tuturnya.

            Merasa tidak pernah mengeluarkan izin, pihaknya pun sempat meminta orang yang di gua untuk pulang. Namun seminggu lalu, ada lagi laporan demikian. “Pernah kami obrak-abrik tempatnya. Tapi mereka datang lagi,” akunya.

            Di akui Adi, lahan di petak sekitar gua memang tidak ada yang rusak. Karena mereka bukan penambang emas. Melainkan pemburu emas harta karun, yang konon peninggalan Soekarno. “Kabar berburu harta karun, sudah banyak di ketahui warga di bawah bukit,” imbuhnya.

            Seorang warga yang mengaku bernama Sutris, beberapa kali papasan dengan mereka “Penghuni” gua. Saat di tanya, mereka cukup tertutup. Awalnya mengaku penambang emas. Namun saat di datangi petugas Perhutani bersama warga, mereka beralih mengaku datang hanya sekedar ritual. “Tapi ada satu di antara mereka, dengan polosnya datang ke gua untuk mencari harta karun,” tuturnya.

            Bebrerapa kali, Sutris, melihat ada sejumlah orang mengendarai mobil dan  parker di perkampungan. Kemudian, orang tersebut naik ke bukit sambil membawa sesuatu. Dia meyakini, mereka yang datang dengan mobil itu, mengirimkan logistic kebutuhan  hidup yang ada di sekitar gua.

            Kini, gua yang mereka yakini mengubur harta karun Soekarno itu telah mengubur tiga pemburunya.  Tiga pemburu harta karun harus  meregang nyawa di dalamnya. Polisi pun akhirnya menutupnya. Garis polisi berwarna kuning di pasang mengelilingi gua yang menandakan, tidak boleh lagi ada orang masuk ke sana. (ras)

SUMBER: JP-RJ Senin 11 Desember 2017     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...