Pernah
Diobrak-abrik, Nekat Kembali Lagi
Tak
semua informasi benar adanya. Apalagi cerita tentang harta karun. Bisa-bisa,
seperti empat orang yang menjadi korban di dalam Gua di Bukit Mandigu,
Mumbulsari ini. Nyawa menjadi akhir perburuan mereka.
RULLY-JUMAI, Mumbulsari
GUA di Bukit Mandigu di petak 42
Mumbulsari, itu lumayan mistis. Pintu masuk Gua, ada semacam tulisan kuno
berpadu Arab. Meski saat mencoba membaca tulisan arab, tidak begitu jelas
maksudnya. Tambah lagi ada gambar bintang, seperti bendera Israel berwarna
kuning.
Sisi
kanan pintu masuk gua, ada batu besar tertulis lirik lagu Indonesia Raya.
Tulisan lirik lagu itu juga di cat sama, warna kuning. Bahkan di bawah
tulisannya, ada tanda tangannya. Mungkin yang di maksud, tanda tangan itu milik
pencipta lagu nasional, Wage Rudolf Supratman.
Memang
sesajen di sana tidak begitu lengkap. Hanya ada bunga yang mengering. Di
sandingkan satu kelapa kering. Namun di antara sesajen tersebut, ada dua
bendera merah putih, bersanding gambar sang proklamator Ir Soekarno.
Gua
itu sedari siang kemarin, ramai menjadi perbincangan. Penyebabnya, ada empat
orang di dalam gua yang tak bisa keluar. Mereka lemas. Tiga meninggal dunia dan
seorang di antara mereka, selamat meski masih kritis.
Mencari
gua yang di maksud, sebenarnya tidak begitu sulit. Melintas melewati jalan
samping kantor Desa Suco, Mumbulsari, menuju puncak Mandigu di Desa Lampeji.
Supaya tidak tersesat, tanya masyarakat sekitar arah ke lokasi paralayang.
Ya.
Gua itu tak jauh dari puncak yang biasa di pakai olahraga paralayang Bukit
Mandigu. Namun, jika ke lokasi paralayang harus ambil arah kanan, sedangkan ke
gua itu harus memilih jalan yang ke kiri. Semakin mudah menemukan gua itu,
karena atap terpal warna biru tampak begitu mencolok.
Mantri
Perhutani yang bertanggung jawab di Bukit Mandigu, Adi Yuliyanto, sejak tiga bulan
lalu, mengaku menerima laporan warga sekitar, bahwa gua tersebut banyak di
tempati orang luar desa. “Kabarnya memang di jadikan tempat ritual,” tuturnya.
Merasa
tidak pernah mengeluarkan izin, pihaknya pun sempat meminta orang yang di gua
untuk pulang. Namun seminggu lalu, ada lagi laporan demikian. “Pernah kami
obrak-abrik tempatnya. Tapi mereka datang lagi,” akunya.
Di
akui Adi, lahan di petak sekitar gua memang tidak ada yang rusak. Karena mereka
bukan penambang emas. Melainkan pemburu emas harta karun, yang konon
peninggalan Soekarno. “Kabar berburu harta karun, sudah banyak di ketahui warga
di bawah bukit,” imbuhnya.
Seorang
warga yang mengaku bernama Sutris, beberapa kali papasan dengan mereka
“Penghuni” gua. Saat di tanya, mereka cukup tertutup. Awalnya mengaku penambang
emas. Namun saat di datangi petugas Perhutani bersama warga, mereka beralih
mengaku datang hanya sekedar ritual. “Tapi ada satu di antara mereka, dengan
polosnya datang ke gua untuk mencari harta karun,” tuturnya.
Bebrerapa
kali, Sutris, melihat ada sejumlah orang mengendarai mobil dan parker di perkampungan. Kemudian, orang
tersebut naik ke bukit sambil membawa sesuatu. Dia meyakini, mereka yang datang
dengan mobil itu, mengirimkan logistic kebutuhan hidup yang ada di sekitar gua.
Kini,
gua yang mereka yakini mengubur harta karun Soekarno itu telah mengubur tiga
pemburunya. Tiga pemburu harta karun
harus meregang nyawa di dalamnya. Polisi
pun akhirnya menutupnya. Garis polisi berwarna kuning di pasang mengelilingi
gua yang menandakan, tidak boleh lagi ada orang masuk ke sana. (ras)
SUMBER: JP-RJ Senin 11 Desember 2017

Tidak ada komentar:
Posting Komentar