Tiap
Berangkat, Munawar Bawa Bunga Tujuh Rupa
Korban gula
palsu (bullshit) di Bukit Mandigu Mumbulsari, seperti sudah jatuh tertimpa
tangga. Bukan hanya nyawa yang hilang, puluhan juta uang keluarganya juga
habis, untuk biaya perburuan harta karun hoax.
Seperti apa kisahnya?
RULLY-JUMAI,
pakusari
BAIHAKI
seperti tak punya sedih. Dia masih tampak aktif, lari-larian di keramaian
orang. Padahal orang disekitarnya, pipinya belum kering dengan air mata.
Terlebih, ibunya yang bernama Sulastri. Tangisnya pecah setelah di tinggal mati
suami dan anaknya.
Bukan karena
umur Baihaki yang masih 7 tahun. Tetapi, dia memang belum tahu apa yang terjadi
pada ayah (Munawar) dan kakaknya (Farihen). Bahkan, beberapa kali dengan
polosnya, Tanya kemana ayahnya kepada sang ibu. Saat muncul pertanyaan begitu,
tangis Sulastri kembali pecah.
Saat keduanya
datang yang katanya pulang kerja, Baihaki sudah tidak ada di rumah karena sekolah.
“Bapaknya setiap hari pulang. Tapi berangkat sore, pulangnya pagi,” ujar
Sulastri.
Sulastri, tak
pernah di beri tahu pekerjaan suami dan anaknya itu. Mereka hanya bilang sedang
kerja bareng adik kandungnya, Munasik. Karena tidak pernah di beri uang belanja
selama bekerja ‘misterius’ (cari harta karun di Gunung Mandigu, Red) itu,
Sulastri pun harus mencari penghasilan lain menjadi buruh tani.
Beberapa kali
saat di tanya pekerjaan, Munawar, berkali-kali pula melarang istrinya bertanya
lagi. Tapi jawaban yang di pertegas suaminya, mereka sekeluarga tidak lama lagi
bakal kaya. “Bahkan neneknya anak-anak menegur keras, karena pekerjaannya di
nilai mencurigakan,” akunya.
Kecurigaan
keluarga bukan pada perburuan harta karun itu. Bahkan lebih ekstrim. Mereka curiga
kepala keluarganya sedang ‘kerja malam’ (maling, Red). Tetapi, kecurigaan itu
di buang begitu saja. Karena selama sebulan itu, bapak tiga orang anak tersebut
malah seret alias tak pernah member
uang belanja.
Setiap kali
hendak pamit berangkat kerja, Munawar, selalu di jemput pria bermobil. Bahkan
di minggu (10/12) pagi, beberapa jam sebelum kejadian maut di dalam gua, suami
dan anaknya di jemput tiga orang dengan mobil Isuzu Panther warna putih.
Sebelum berangkat, mereka juga sempat meminjam mesin penyedot air, ke tetangga
sebelah rumahnya. Mesin itu yang di temukan di dalam gua.
Keanehan
lainnya, setiap kali hendak berangkat kerja, Munawar, meminta istrinya
mencarikan bunga 7 rupa, sekaligus janur kelapa. Bunga itu pula yang di temukan
sudah mongering di pintu gua, tempat ayah dan anak itu meregang maut.
Sebelumnya
kata Sulastri, suaminya pekerja serabutan. Kadang di sawah. Semisal ada
tetangga yang membutuhkan tenaganya, dia pun bekerja di sana. Pindah haluan dan
mulai meninggalkan pekerjaan awalnya, setelah Munawar di ajak kerja “misterius”
oleh adiknya Munasik.
Pun demikian dengan Munasik. Bapak tiga orang
anak itu, ternyata pekerjaannya lebih jelas ketimbang kakaknya. Karena dia,
masih tercatat sebagai anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Subo,
Kecamatan Pakusari. Bahkan, beberapa proyek pembangunan fisik di desanya, dia
memiliki peran penting.
Namun, sejak
beberapa bulan belakangan ini, dia meninggalakan perannya di LPM Desa Subo.
Bahkan, beberapa proyek seperti pavingnisasi dan pembangunan irigasi desa, di
tinggal mangkrak dan memilih tak aktif lagi.
Beberapa
saudara dan tetangga menyayangkan sikapnya yang demikian. Bahkan Munasik pernah
di ingatkan. Tetapi, dia tetap memilih pekerjaan yang di nilai misterius oleh
para tetangganya. “Semenjak itu, pak Fredy (Munasik, Red) orangnya malah jadi
tertutup,” kata Wiwik Iriani, salah satu keluarga korban.
Tetangganya
tidak ada yang tahu pekerjaan Munasik bersama kedua anaknya Fredy dan Firman.
Sama, tetangga yang tinggal di Dusun Sanggar, Desa Subo, Kecamatan Pakusari,
juga tahunya mereka berangkat kerja sore dan pagi baru datang. “Setelah datang
kerja, sampai siang mereka tidak keluar rumah. Kata istrinya tidur. Sore
berangkat lagi,” bebernya.
Meski
demikian, mereka juga beberapa kali menemukan tamu tak di kenal di rumah
Munasik. Kabarnya, mereka menggelar semacam selametan. Tetapi tidak ramai.
Hanya orang tertentu. “Selebihnya kami tidak tahu apa-apa,” katanya polos.
(rul/hdi)
SUMBER: JP-RJ Selasa 12 Desember 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar