Minggu, 21 Januari 2018

Kisah di Balik Pencarian Harta Karun di Gua Bullshit Bukit Mandigu



Tiap Berangkat, Munawar Bawa Bunga Tujuh Rupa

Korban gula palsu (bullshit) di Bukit Mandigu Mumbulsari, seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya nyawa yang hilang, puluhan juta uang keluarganya juga habis, untuk biaya perburuan harta karun hoax. Seperti apa kisahnya?

                            RULLY-JUMAI, pakusari

BAIHAKI seperti tak punya sedih. Dia masih tampak aktif, lari-larian di keramaian orang. Padahal orang disekitarnya, pipinya belum kering dengan air mata. Terlebih, ibunya yang bernama Sulastri. Tangisnya pecah setelah di tinggal mati suami dan anaknya. 

Bukan karena umur Baihaki yang masih 7 tahun. Tetapi, dia memang belum tahu apa yang terjadi pada ayah (Munawar) dan kakaknya (Farihen). Bahkan, beberapa kali dengan polosnya, Tanya kemana ayahnya kepada sang ibu. Saat muncul pertanyaan begitu, tangis Sulastri kembali pecah.

Bocah kelas 1 SD itu, sebulan terakhir ini tidak pernah lagi tidur bersama ayahnya. Karena setiap sore, Munawar pergi dan pamit kerja bersama Farihen.

Saat keduanya datang yang katanya pulang kerja, Baihaki sudah tidak ada di rumah karena sekolah. “Bapaknya setiap hari pulang. Tapi berangkat sore, pulangnya pagi,” ujar Sulastri.

Sulastri, tak pernah di beri tahu pekerjaan suami dan anaknya itu. Mereka hanya bilang sedang kerja bareng adik kandungnya, Munasik. Karena tidak pernah di beri uang belanja selama bekerja ‘misterius’ (cari harta karun di Gunung Mandigu, Red) itu, Sulastri pun harus mencari penghasilan lain menjadi buruh tani.

Beberapa kali saat di tanya pekerjaan, Munawar, berkali-kali pula melarang istrinya bertanya lagi. Tapi jawaban yang di pertegas suaminya, mereka sekeluarga tidak lama lagi bakal kaya. “Bahkan neneknya anak-anak menegur keras, karena pekerjaannya di nilai mencurigakan,” akunya.

Kecurigaan keluarga bukan pada perburuan harta karun itu. Bahkan lebih ekstrim. Mereka curiga kepala keluarganya sedang ‘kerja malam’ (maling, Red). Tetapi, kecurigaan itu di buang begitu saja. Karena selama sebulan itu, bapak tiga orang anak tersebut malah seret alias tak pernah member uang belanja.

Setiap kali hendak pamit berangkat kerja, Munawar, selalu di jemput pria bermobil. Bahkan di minggu (10/12) pagi, beberapa jam sebelum kejadian maut di dalam gua, suami dan anaknya di jemput tiga orang dengan mobil Isuzu Panther warna putih. Sebelum berangkat, mereka juga sempat meminjam mesin penyedot air, ke tetangga sebelah rumahnya. Mesin itu yang di temukan di dalam gua.

Keanehan lainnya, setiap kali hendak berangkat kerja, Munawar, meminta istrinya mencarikan bunga 7 rupa, sekaligus janur kelapa. Bunga itu pula yang di temukan sudah mongering di pintu gua, tempat ayah dan anak itu meregang maut.

Sebelumnya kata Sulastri, suaminya pekerja serabutan. Kadang di sawah. Semisal ada tetangga yang membutuhkan tenaganya, dia pun bekerja di sana. Pindah haluan dan mulai meninggalkan pekerjaan awalnya, setelah Munawar di ajak kerja “misterius” oleh adiknya Munasik.

 Pun demikian dengan Munasik. Bapak tiga orang anak itu, ternyata pekerjaannya lebih jelas ketimbang kakaknya. Karena dia, masih tercatat sebagai anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Subo, Kecamatan Pakusari. Bahkan, beberapa proyek pembangunan fisik di desanya, dia memiliki peran penting.

Namun, sejak beberapa bulan belakangan ini, dia meninggalakan perannya di LPM Desa Subo. Bahkan, beberapa proyek seperti pavingnisasi dan pembangunan irigasi desa, di tinggal mangkrak dan memilih tak aktif lagi.

Beberapa saudara dan tetangga menyayangkan sikapnya yang demikian. Bahkan Munasik pernah di ingatkan. Tetapi, dia tetap memilih pekerjaan yang di nilai misterius oleh para tetangganya. “Semenjak itu, pak Fredy (Munasik, Red) orangnya malah jadi tertutup,” kata Wiwik Iriani, salah satu keluarga korban.

Tetangganya tidak ada yang tahu pekerjaan Munasik bersama kedua anaknya Fredy dan Firman. Sama, tetangga yang tinggal di Dusun Sanggar, Desa Subo, Kecamatan Pakusari, juga tahunya mereka berangkat kerja sore dan pagi baru datang. “Setelah datang kerja, sampai siang mereka tidak keluar rumah. Kata istrinya tidur. Sore berangkat lagi,” bebernya.

Meski demikian, mereka juga beberapa kali menemukan tamu tak di kenal di rumah Munasik. Kabarnya, mereka menggelar semacam selametan. Tetapi tidak ramai. Hanya orang tertentu. “Selebihnya kami tidak tahu apa-apa,” katanya polos. (rul/hdi)

SUMBER: JP-RJ Selasa 12 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...