Senin, 22 Januari 2018

C-Phe Studies yang Konsen Dampingi Ibu dan Anak dari Kekerasan Seksual



Juara Satu Tangkis Community Competition Jawa Pos

      Kekerasan seksual yang di alami anak-anak memang memprihatinkan. Kebanyakan, pelaku kekerasan itu karena pernah menjadi korban saat kecil. Untuk itulah, C-Phe Studies ingin memutus mata rantai tersebut.

                                                BAGUS SUPRIADI, Jember Kota


            KEKERASAN seksual terhadap anak masih kerap terjadi di beberapa daerah di Jember. Ha itu tak hanya di alami oleh anak SD, bahkan pelajar tingkat TK dan PAUD juga kerap menjadi korban. Sayangnya, sedikit sekali yang peduli dengan permasalahan tersebut.

            Selain itu, fenomena kekerasan seksual terjadi karena pelaku pernah mengalami kekerasan seksual saat masih kecil. Sehingga, dia melakukan hal yang sama. Bahkan. Sebagian dari mereka juga memiliki kecenderungan seksual yang berbeda, memilih menjadi LGBT.

            Nah, fenomena seperti itulah yang di tangkap oleh enam orang yang merupakan Dosen dan Mahasiswa dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unej.

            Kesadaran mereka muncul karena keprihatinan melihat ancaman kekerasan seksual yang semakin nyata.

            “Sejak 2014 kami sudah bergerak di bidang ini,” kata Dewi Rokhmah, ketua komunitas tersebut. Saat itu, dia melakukan penelitian tentang kekerasan seksual di Jember, terutama LGBT. Hasil penelitian itu menyentuh hatinya dan tergerak untuk berkontribusi mencegah kekerasan seksual.

            “Kelainan seksual terjadi karena saat kecil mengalami kekerasan seksual,” ungkapnya.  Akhirnya, dia membentuk komunitas bernama Centre of Public Health Empowerment studies (C-Phe Studies) atau Pusat Studi Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat. Sekarang, mereka berdiri dari enam anggota, yakni Dewi Rokhmah, Ninna Rohmawati, Anita Dewi M, Prehatin Tri RN, Desy Iswari Amalia dan Retno Dwi Astuti.

            Ke enam orang tersebut terus bergerak memberikan pemahaman tentang pencegahan kekerasan seksual. Mulai dari masuk ke pengajian ibu-ibu, lembaga TK, PAUD dan SD, SLB. Kemudian, paguyuban wali murid, dharma wanita, PKK dasa wisma dan lainnya. “Tak hanya orang tua, tetapi anak-anak juga kami berikan pemahaman,” tambah Ninna Rohmawati. 

            Pada kelompok tersebut, C-Phe Studies memberikan edukasi tentang pendidikan seks. Selama ini, porsi pendidikan seks bagi anak-anak sangat sedikit. Bahkan juga terbatas. Padahal sangat penting untuk pertumbuhan mereka.

            Tak hanya itu, pemahaman orang tua juga rendah, bahkan masih terkesan tabu. Sehingga mereka tak mengajarkan anak-anaknya tentang seks. Pendidikan tentang seks di sesuaikan dengan kebutuhan usia sang anak.

            Untuk itulah, komunitas tersebut memberikan edukasi pada orang tua dan guru untuk mendidik anak agar terhindar dari kekerasan seksual. Salah satunya caranya adalah dengan membangun komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. Selain itu, ayah juga harus ikut berperan aktif  dalam pendidikan anaknya sehingga pola asuh seimbang.

            Kepada anak yang masih berumur satu sampai tiga tahun, komunitas ini memberikan pemahaman tentang perbedaan antara laki dan perempuan. Sehingga mereka bisa mengenali diri-sendiri. Selain itu, materi yang di ajarkan juga tentang toilet training.

            Yakni, menjelaskan pada anak-anak agar mandi di kamar mandi, bukan di tempat terbuka. Jika mandi, maka tidak boleh berdua dengan teman-temannya. Selain itu, juga tidak boleh menyentuh tujuh lubang manusia, mulai dari mulut hingga kemaluan.

            Hal itu di jelaskan pada anak usia empat tahun keatas. Mereka di ajak untuk saling  menghargai lain jenisnya. “Kami mengajak agar tidak usil pada siswa yang lain, missal mencolek perempuan,” tutur Desy iswari. Anak-anak juga perlu di damping dan di batasi dalam menggunakan gadget dan di ajarkan mengenali teman bergaul anaknya.

            Selama ini, lanjut dia, banyak kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak. Misal, siswi di jadikan bahan ejekan oleh siswa dengan menyingkap rok-nya. Bahkan, ada seorang anak yang bermain permainan hingga melukai kemaluan perempuan.

            Sekarang, anak perempuan mengalami masa menstruasi lebih cepat di bandingkan dulu. Karena kini kelas 4 SD sudah ada mengalami menstruasi. Hal itu karena pengaruh tontonan dan makanan yang di konsumsi. Sehingga pendidikan seks begitu penting bagi pelajar dan orang tua.

            “Ada anak yang melihat orang tuanya sedang melakukan hubungan intim, karena rumahnya tanpa sekat,”jelasnya. Hal itu menjadikan anak berbuat hal yang aneh ketika di sekolah. Salah satu contohnya adalah salah seorang siswa menggambar perempuan dan laki-laki berpelukan sedang berhubungan.

            Komunitas tersebut tak hanya melakukan pembinaan pada pelajar, tetapi juga orang tuanya. Satu-persatu sekolah mulai meminta pada komunitas C-Phe Studies untuk memberikan sosialisasi tentang pendidikan seks.

            Pemberdayaan yang di lakukan oleh enam orang itu mampu membuahkan prestasi. Yakni meraih juara satu dalam kegiatan Tangkis  Community Competition yang di selenggarakan oleh Jawa Pos. Mereka harus berkompetisi dengan 307 peserta se Indonesia, kemudian di pilih 30 besar menjadi 15 besar hingga meraih juara satu.

            Prestasi itu di raih karena perwakilan dari Jember mampu melakukan pemberdayaan dari hulu ke hilir. Selain itu, program ke depan juga sudah tersusun. Mulai dari kerja sama dengan Psikolog, Pesantren, pusat perlindungan terpadu dan lainnya. (gus/c1/hdi)

SUMBER: JP-RJ Rabu 13 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...