Jumat, 26 Januari 2018

Kerennya Band Pop Sufi Asal Ponpes Ngashor Jatiagung Gumukmas



Liriknya dari Pak Kyai, Arranger-nya Ustad, Yang Nyanyi Para Santri

                Luar biasa. Dari sudut pelosok Desa Jatiagung Kecamatan Gumukmas, ada sebuah kelompok band anak-anak pondok. Lirik dan lagu bergenre pop sufi itu lahir dari pondok. Semuanya terinspirasi dari kitab suci, yang sarat akan gambaran cinta akan kebesaran Allah SWT.


HADI, Gumukmas

                NAMA band ini singkat saja : T59. Namun kata T59 ini memiliki makna yang sangat panjang. “Huruf T bisa bermakan Tassawuf, bisa juga Tabarrukkan maupun Tariqah,” jelas Yudi, salah satu guru di Ponpes Ngashor Jatiagung Gumukmas itu.

                Sedangkan arti 59 adalah, angka 5 bisa bermakna waktu (waktu salat, Red). Bisa juga bermakna rukun islam, bisa juga di artikan Pancasila. “Jadi yang 5 ini lebih ke sisi keutamaan. Sedangkan angka 9, bisa bermakan wali (wali songo, Red). Atau lebih cenderung ke sifat hati,” jelasnya.

                Umur band T59 di Ponpes Ngashor Jatiagung Gumukmas ini juga belum lama. Karena baru berdiri pada 2016 lalu. Munculnya juga tak ‘sengaja.’ Yudi berkisah, di sela-sela waktu luang, beberapa santri main gitar di pondokan tersebut.

                Nah, saat asik gitaran dan nyanyi-nyanyi inilah, pengasuh Ponpes yakni Romo KH Nur Musthofa Hasyim (Gus Mus) mendengarnya.

                Tear, salah satu santri yang ikut gitaran di panggil. Kemudian Gus Mus memberikan sebuah lirik lagu, yang kemudian minta agar lagu tersebut di nyanyikan dan di iringi langsung dengan gitar oleh Tear. Jadilah, sebuah lagu nan manis. “Lagu pertama berjudul yang Teristimewa (Yang Terelakan). Lagu ini menggambarkan cinta-Nya pada manusia,” jelas Yudi.

                Bisa bikin lagu yang ternyata enak di dengar telinga, membuat Pak Kyai seperti punya inspirasi baru. Di ciptakannya lagu berjudul Shoba (Angin Surga). Kemudian lagu Butiran Cinta di Padang Savana, dan Ku Kan Kembali. Kemudian angkuhnya cinta, memang kau untukku, kembalinya dia, biarkan hatimu bicara dan kau sapa diriku. Dan, lagu hits-nya berjudul hening.
                “Lagu ku kan kembali ini cerita soal kematian pada semua umat. Kita takut dan karena itu harus mempersiapkan diri dengan sebuah kebaikan,” jelasnya. 

                Sepuluh lagu pertama itu mereka rangkum dalam satu album sederhana yang mereka beri judul : Hening. Sejak itulah, mereka tergerak untuk membentuk sebuah band pondokan, yang anggotanya dari berbagai latar belakang.

                Tear tetap sebagai vokalis utama, Denny Inggit memegang bass, Puguh Darul di drum, Hendy Sinaga yang main gitar, sedangkan Joe Achmad memegang keyboard. Yang menarik, para personil band pondokan ini awalnya memiliki latar belakang anak muda yang berbeda-beda. Ada yang kuli maupun anak muda-muda yang kurang terarah. “Mereka ada yang memiliki latar belakang nggak jelas. Begitu masuk pondok di didik untuk ke jalan yang benar,” jelasnya.

                Karena ketika masuk ke band itu, seluruh personil (oleh Pak Kyai) di wajibkan belajar ngaji sampai bisa. Tiap minggu juga wajib ikut manaqib-an di pondok. Jadilah, mereka resmi masuk sebagai anak band di pondokan tersebut.

                Di lingkungan Pondok Ngashor, kebetulan juga ada seorang guru pengajar TKJ (Teknik Komputer Jaringan). Kebetulan, tokoh ini juga pintar IT dan music. Maka, Bagus Widiyanto di jadikan Musik Direktor pada band T59 ini. “Untuk sementara, kami latihan dengan ngampung di studio di kawasan desa kami,” jelasnya.

                Oleh Bagus Widiyanto, sepuluh lagu tersebut di aransemen dan di cetak dalam sebuah CD sederhana. Dan CD inilah yang mereka jual, ketika anak-anak band ini manggung dari pondok satu ke pondok lainnya.

                “Pertama kami cetak 50 keping. Kami jual seikhlasnya untuk support kegiatan anak-anak. Ternyata laku semua,” jelas Yudi, dengan bangga. Akhirnya metode itu terus mereka terapkan, untuk menyokong financial kegiatan yang mereka lakukan.

                Yang jelas, momen imtihan di Ponpes Ngashor Jatiagung Gumukmas adalah momen utama bagi anak-anak band itu, untuk perfom sekaligus membawakan lagu-lagu ciptaannya. Namun karena kian lama namanya kian terdengar, beberapa pondok lain pun kerap mengundang kelompok band sufi ini untuk performing. Lagi-lagi, ini momen bagi kami untuk menjual CD sederhana kami ini,” jelasnya.

                Bahkan, melalui Komunitas Musisi Jember (KMJ) kualitas band ini akhirnya grup band keren itu terdengar oleh pemerintah K    abupaten Jember, melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember. Maka, kian bersemangatlah manajemen T59 tersebut. “Lewat KMJ, kami beberapa kali kami di libatkan untuk perform. Kemudian kami di beri kesempatan untuk mencoba rekaman di studio Disparbud,” lanjutnya.

                Kini, pihaknya menyiapkan album kedua yang berisi 12 lagu. Album kedua ini belum ada judul, dan belum pula di aransemen.

                Yang menarik, semua lagu adalah ciptaan Pak Kyai (Gus Mus) dari Pondok Ngashor tersebut. Hebatnya, sejak grup band ini berdiri, Gus Mus sudah membuat sedikitnya 980 lagu!
                Menurut Yudi, tidak ada ambisi dari terbentuknya band pondokan itu. “Jalan begitu saja. Fiduniyah hasanah (untuk kemaslahatan bersama),” jelasnya.

                Pihaknya juga telah mencoba menjajaki semua genre music yang cocok dengan grup ini. Namun akhirnya tetap ke pop alternatif yaitu pop sufi. “Karena lirik lagu T59 merupakan gambaran cinta kita semua ke allah SWT. Cuma di mainkan dengan gaya yang khas, yakni powerfull, soul, serta dramatik,” pungkasnya. (hdi)

SUMBER : JP-RJ Minggu 17 Desember 2017     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...