Minggu, 14 Januari 2018

Iksan Afnani, Perajin Miniatur Tempat Ibadah Lintas Agama



Laku Jutaan Rupiah, Kampanyekan Untuk Kerukunan


                Kreativitas seni  bukan sekadar untuk mencari nasi. Merancang dari bahan sederhana jadi istimewa, tentu jika di jual bisa laku mahal. Namun di luar itu, ada niatan mulia untuk kampanye kerukunan antar beragama, seperti yang dilakukan Iksan Afnani.

                           
    RULLY EFENDI,Jember

                INI mirip masjid klasik. Saat foto zoom, hasilnya sangat menyerupai. Begitu detail. Bahkan, bagian dalam juga ada mimbar dan tempat imam masjid. Karpet hijau dan mikrofon muazin, juga ada di dalam miniatur masjid buatan Iksan Afnani ini.

                Miniatur masjid itu semakin tampak seperti aslinya, karena di lengkapi lampu. Menyala dengan beragam warna. Tambah nyata, saat mesin audio di nyalakan. Karena terdengar suara orang sedang qiraah.
                Ternyata, bukan hanya miniatur masjid  yang di buat Iksan Afnani. Tempat ibadah lainnya seperti gereja, pura, juga kuil, juga ada di ruang tamu perumahan Bhayangkara Indah Blok D 9 Jember. Semua itu hasil karya tangan terampilnya.

                Meski hasilnya optimal, namun ternyata bahannya hanya bambu. 

                Iksan, sengaja membuat keterampilan tangannya dari bambu. Karena selain kuat, bambu di akuinya mudah di dapat dan murah. “Saya tak pernah pakai jenis bambu khusus. Karena semua bambu bisa di buat kerajinan ini,” akunya. 

                Bagi bapak dua orang anak itu, tak ada yang sulit membuat miniatur tempat ibadah tersebut. Hanya butuh telaten dan pikiran yang tenang. Alat yang di gunakan tak ada yang istimewa. Hanya gunting kayu dan pisau. Bahannya, hanya lem kayu dan lem jenis G.

                Prosesnya, bambu di potong sesuai kebutuhan. Kemudian, potongan bambu di buat tipis. Seperti anyaman bambu. Setelah itu, di keringkan sehari atau dua hari. Tidak boleh terlalu lama. Sebab jika kering, hasilnya juga tak bagus. “Terlalu basah juga tidak bagus,” imbuhnya.
                  
                Bambu yang terpotong-potong dan sudah di jemur lantas di pola sesuai dengan desain bangunan yang di rancang. Desain yang di dapatkannya pun, cukup sederhana dan mudah di dapat di internet. Itu pun hanya gambar tampak luar. Sedangkan isi di dalamnya, Iksan biasanya bermain dengan imajinasinya.

                Bambu potongan di susun dengan lem. Bambu kecil yang butuh di susun detail dan ,lebih kuat, lem jenis G menjadi andalannya. Sedangkan lem kayu, hanya untuk tambahan perekat.

                Supaya miniatur nya bisa mirip dengan bangunan aslinya, Iksan, harus menggarapnya dengan dua tahap. Pertama bagian dalam ruangan. Setelah itu, bagian luar di bereskan. Baru kemudian, bagian dalam dan luar bangunan, di satukan seperti menutup panic. Setelah semua terpasang, giliran miniatur yang di buat dari bambu itu di poles dengan permis.

                Berharap ada karakter bangunan yang kuat, dia tak jarang hunting desain seperti masjid Timur Tengah dan gereja di Eropa. Setelah itu, dia kembangkan sendiri sesuai selera nya dan pemesan. “Sering kami diskusi terlebih dahulu, sebelum menggarap pesanannya,”imbuhnya.

                Membuat satu miniatur bangunan tempat ibadah, cukup butuh waktu tujuh sampai sepuluh hari. Sebenarnya bisa lebih cepat. Karena siang harinya Iksan, harus kerja di gudang keramik, dia pun baru malam hari bisa berkreasi  dengan potongan-potongan bambu.

                Dia yang bisa dengan otodidak, sebelumnya membuat miniature bukan untuk di jual. Hanya menyalurkan hobi. Namun setelah banyak pemesan, dia mengajak beberapa anak muda di sekitar rumahnya, untuk ikut menggarap miniatur tersebut.

                Harganya lumayan terjangkau. Pria berumur 44 tahun itu, membanderol  miniatur  termurahnya Rp 400 ribu. Bagi yang cukup besar dan tingkat kesulitannya tinggi, dia patok dengan harga Rp 1,5 juta. Pembelinya beragam. Mulai dari luar kota hingga luar negeri, juga pernah menghargai hasil karyanya.

                Selain promosi dari mulut ke mulut, rupanya suami Trining Maryunani, itu mulai memanfaatkan sosial media. Dia pasang di facebook, supaya lebih  banyak orang yang tahu hasil karyanya. “Senangnya jika sudah laku , bukan hanya karena menerima uang.  Tetapi, lebih senang karya saya di hargai orang,” tuturnya.

                Dia, akan terus fokus  menggarap miniatur tempat ibadah lintas agama, karena pria kelahiran Probolinggo itu, ada maksud untuk mengampanyekan kerukunan antar ummat beragama. (rul/c1/hdi)

SUMBER: JP-RJ Selasa 5 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenang Wartawan Senior Jawa Pos, H Khariri Mahmud

Rela Jualan Bakso Demi Kuliahkan Dua Puterinya                 Keluarga besar alumni wartawan dan karyawan Jawa Pos yang tergabung ...